Jumat, 23 Juni 2017

Idul Fitri 1438 H : Refleksikan Kelemah Lembutan dan Saling Memaafkan Antar Sesama



Dipersembahkan oleh Santo Ali


Literasi_IDUL FITRI 1438 H: Kehidupan Manusia pada hakikatnya adalah semata-mata berharap rahmat, hidayah serta taufik dan Hidayah dari Allah Subhanahu Wata'ala, dimana bahwa sebulan penuh kita menjalankan Ibadah Puasa Ramadhan dengan harapan agar amal ibadag kita pada bulan suci diterima oleh Allah SWT, dan tak lama lagi kita akan menyambut datangnya Hari Raya Idul Fitri dimana kita dianjurkan untuk saling lemah lembut  antar sesama umat manusia, serta saling memaaf-maafan kepada umat manusia agar kita benar-benar kembali pada apa yang menjadi harapan kita semua dimana Allah SWT berfirman yang artinya :

"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah, kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. "
(Qs. Ali Imran/3:159)

Maka sudah sepatutnya kita sebagai manusia biasa harus banyak bersyukur dan dimana segala sesuatu yang terjadi pada kehidupan kita hari ini, esok, lusa bahkan masa depan kita serahkan sepenuhnya atas kehendak Allah SWT dengan tidak selalu diam ditempat dan diyakinkan dengan Ikhtiar dan tetap berusaha berbuat walau itu kecil dan bermanfaat besar bagi orang banyak.

Mengutip dalam artikel salah seorang penulis yang bernama Aang Asy'ari, Lc yang merupakan peminat kajian keislaman, khususnya Literature Islam klasik
Mengatakan dalam literaturnya bahwa Bagi muslim yang diterima puasanya karena mampu menundukan hawa nafsu duniawi selama bulan Ramadhan dan mengoptimalkan ibadah dengan penuh keikhlasan, maka Idul Fitri adalah hari kemenangan sejati, dimana hari ini Allah Swt akan memberikan penghargaan teramat istimewa yang selalu dinanti-nanti oleh siapapun, termasuk para nabi dan orang-orang shaleh, yaitu ridha dan magfirahNya, sebagai ganjaran atas amal baik yang telah dilakukannya. Allah Swt juga pernah berjanji, tak satupun kaum muslimin yang berdoa pada hari raya Idul Fitri, kecuali akan dikabulkan.

Pertanyaannya, kira-kira puasa kita diterima apa tidak? Atau yang kita lakukan ini hanya ritual-simbolik, sebatas menahan lapar dan haus, seperti yang pernah disinyalir Nabi Muhamad Saw? Jawabnya, Allahu ‘alam, kita tak tahu sejatinya. Tapi menurut para ulama, ada beberapa indikasi, seseorang dianggap berhasil dalam menjalankan ibadah puasa: ketika kualitas kesalehan individu dan sosialnya meningkat. Ketika jiwanya makin dipenuhi hawa keimanan. Ketika hatinya sanggup berempati dan peka atas penderitaan dan musibah saudaranya di ujung sana. Artinya penghayatan mendalam atas Ramadhan akan membawa efek fantastik, individu, maupun sosial.

Penghayatan dan pengamalan yang baik terhadap bulan ini akan mendorong kita untuk kembali kepada fitrah sejati sebagai makhluk sosial, yang selain punya hak, juga punya kewajiban, individu dan sosial. Sudahkan kita merasakannya? Itulah rahasia kenapa selamat hari raya Idul Fitri seringkali diakhiri dengan ucapan Minal ‘Âidîn wal Faizîn (Semoga kita termasuk orang-orang yang kembali pada fitrah sejati manusia dan mendapatkan kebahagian dunia dan akhirat). Selain sebagai doa dan harapan, ucapan ini juga bak pengingat, bahwa puncak prestasi tertinggi bagi mereka yang menjalankan ibadah puasa paripurna, lahir dan bathin, adalah kembali kepada fitrahnya (suci tanpa dosa).

Aang Asy'ari, juga menguraikan bahwa
Makna Idul Fitri Sejak Idul Fitri resmi jadi hari raya nasional umat Islam, tepatnya pada tahun II H. kita disunahkan untuk merayakannya sebagai ungkapan syukur atas kemenangan jihad akbar melawan nafsu duniawi selama Ramadhan. Tapi Islam tak menghendaki perayaan simbolik, bermewah-mewah. Apalagi sambil memaksakan diri. Islam menganjurkan perayaan ini dengan kontemplasi dan tafakur tentang perbuatan kita selama ini.

Syeikh Abdul Qadir al-Jailany dalam al-Gunyah-nya berpendapat, merayakan Idul Fitri tidak harus dengan baju baru, tapi jadikanlah Idul fitri ajang tasyakur, refleksi diri untuk kembali mendekatkan diri pada Alah Swt. Momen mengasah kepekaan sosial kita. Ada pemandangan paradoks, betapa disaat kita berbahagia ini, saudara-saudara kita di tempat-tempat lain masih banyak menangis menahan lapar. 

Yakin Usaha Sampai
Bersyukurlah kita! Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1438 H. Mohon maaf lahir dan bathin.

(Dikembangkan dari tulisan Aang Asy'ari, Lc)


Sabtu, 10 Juni 2017

Engkau Tahu, Aku Kamu Tahu

Hei, kau adalah orang yang bukan untuk kali ini dan kesekian kalinya menyangkal pada rasamu yang kini menjadi polemik nurani romantika pada diriku yang dirudung tingginya penantian

Penantian ini pasti suatu saat nanti akan hilang dari permukaan rasaku yang telah kau lempari dengan batu asamara yang kian hanya memberi luka pada rasa bathinku yang kian merasa tersiksa

Bathin dan perasaan ini tak bisa kupaksakan untuk melupakan kau yang oleh kamu telah membuka ribuan lembaran pengharapan namun tak terisi oleh dirimu pada lembaran itu hanya selembar


Keindahan akan dulu saat kau sedang bercumbu dengannya dalam kecakapan bahasamu yang penuh dengan pengharapan itu, dan kini hancur leburlah segalanya akibat ulah perasaanmu yang tak sebisa mungkin menjadikanku orang nyaman buatmu

Mungkin, aku bukan dia yang kau rindukam, namun aku tahu kau rindu akan diriku namun kau malu karena telah mencampakan diriku yang oleh rasa kasih yang tidak terbalaskan.8